Menyantuni Kaum Dhuafa dengan Bersedekah Solusi Problematika Umat
Oleh:
Kerjasama Crew “Bisnis EKA BKJ” dengan “MI Modern SAKTI Tulungagung”



Menyantuni Kaum Dhuafa dengan Bersedekah – Dalam kehidupan keseharian masih banyak kita temukan  warga yang merasakan kelaparan dan tidak merasakan nikmatnya bangku pendidikan. Beberapa anak terpaksa putus sekolah, bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Namun, semua itu tidak akan terjadi jika masyarakat kelas atas yang berada di lingkungannya memiliki kepedulian tinggi.  Rakyat yang memiliki kelebihan harta rela berbagi sisihkan sebagian hartanya  bagi mereka.  Pemerintah pun telah berusaha menanggulangi problema ini. Semoga melalui pemaparan tema artikel kali ini mampu membuat kita mengerti bahwa pentingnya sedekah, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Berbicara mengenai kepedulian terhadap kaum dhuafa, terdapat kisah menginspirasi yang patut dijadikan suriteladan. Sebagaimana dipaparkan dalam berita terbitan koran Radar Tulungagung Rabu 22 Desember 2004, berjudul “Untuk Kaum Dhuafa, Modal Tabungan Sampai Ludes”. Sri Saktini, pendiri PADU (Pendidikan Anak Dini Usia) permatahati IBU. Merubah rumah kecilnya yang sederhana menjadi tempat belajar sekaligus bermain anak-anak usia dini di kampungnya. Ia mengamalkan ilmu secara gratis kepada masyarakat ekonomi bawah. PADU yang Sakti dirikan tanpa memungut biaya kepada Siswa memang diperuntukkan khusus kaum dhuafa juga yatim piatu
Sri Saktiani didampingi suaminya bernama Yudi Erwan menyantuni kaum dhuafa dengan bersedekah. Mengamalkan ilmu dan waktunya untuk mencerdaskan kanak-kanak di sekitarnya. Pendirian PADU penuh dengan perjuangan. Sakti mengeluarkan pendanaan dari isi koceknya sendiri tanpa memungut biaya peserta didik. Waktu pun harus dirinya berikan, meski di balik kesibukkannya bekerja Sakti masih sempat bermain dan mengajari anak-anak.
Awalnya Sakti tidak pernah berfikir mendirikan PADU karena membutuhkan biaya cukup besar. Namun, dikarenakan terinspirasi kedua anaknya mengubah cara pandangnya. Anaknya  Fachry dan Farah  usai sekolah bermain bersama teman sekitarnya yang mayoritas belum bersekolah. Adab akhlaq memprihatinkan,saat ditanya kenapa tidak sekolah karena terkendala biaya, menggiring langkah Sakti mendirikan lembaga tersebut.
Perjuangan pendiri PADU selanjutnya, melakukan sosialisasi pada para sahabat maupun mitranya. Hal itu dilakukan untuk mencari buku-buku pedoman demi mengembangkan lembaganya tersebut. Alhamdulillah, Ia mendapatkan dua rekan yang membantu. Pengusaha wanita Motik Pramono dan Purdi E Chandra seorang pria pemilik bimbingan belajar yang cukup terkenal memberikan dukungan dana untuk mengubah teras menjadi kelas,Yessy Gusman memberikan sumbangan buku. Selain itu, Sakti juga mengikuti seminar IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) bertujuan memperjuangkan PADU. Semua dirinya ikhtiarkan demi memajukan lembaganya, menfasilitasi generasi penerus yang memerlukan pendidikan memadai.
Demikian kisah nyata tentang menyantuni kaum dhuafa dengan bersedekah, patut dijadikan refleksi bagi kita semua. Semakin banyak orang yang tertanam empatinya tentu akan menjadikan negeri Indonesia lebih sejahtera. Tiada lagi tumpang tindih yang saling bersaing. Namun yang ada saling berdampingan dan melengkapi demi keutuhan bersama.




Komentar

Postingan populer dari blog ini